Anak Susah Makan Sayur ? Coba cara ini Mom

By November 19, 2015


Manusia sudah mulai belajar sejak lahir berdasarkan pengalaman-pengalaman yang ditemuinya. Manusia sudah belajar memahami bahkan ketika ia belum memiliki penguasaan bahasa. Setiap kali menemukan pengalaman baru yang tidak ia pahami, manusia berusaha memikirkan dan membuat sejumlah dugaan yang akan diuji kebenarannya lewat pengalaman selanjutnya. David A. Kolb dan Roger Fray (Kolb, 1984) mengartikulasi teori belajar eksperensial digunakan sebagai landasan dalam pelaksanaan evaluasi hasil belajar dan pembelajaran yang disebut penilaian hasil belajar melalui pengalaman. 


Idealnya pengalaman konkrit adalah titik di mana individu memulai proses belajarnya. Pengalaman ini dijadikan landasan untuk melakukan observasi dan refleksi. Hasil refleksi kemudian diasimilasi dan disaring menjadi konsep-konsep abstrak, guna menyimpulkan implikasi baru dari tindakan yang perlu diambil oleh individu yang bersangkutan. Implikasi ini secara aktif diuji dan digunakan sebagai panduan untuk menciptakan pengalaman baru. Maka dari itu kami mengangkat kasus dimana seorang ibu menggunakan teori belajar eksperensial dalam mengatasi pola makan anaknya yang susah makan sayur menjadi lebih menyukai konsumsi beragam sayuran. 

Pada tahap pertama terjadi proses memahami. Melihat segala sesuatu sebagaimana adanya, belajar dari pengalaman spesifik dan data empiris, serta sensitif terhadap perasaan dan manusia. Dalam kasus ini, ibu mulai melihat kebiasaan makan anak yang tidak suka makan sayur. Ibu selalu menyajikan makanan yang bervariasi. Namun setiap kali makan, anak tersebut selalu menyisihkan sayurnya. Kejadian tersebut dilakukan oleh si anak berulang kali. Pada tahap ini, ibu telah memahami bahwa anaknya tidak suka makan sayur.


 
Pada tahap kedua terjadi proses observasi dan refleksi. Melakukan observasi terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan dan nencari makna dari segala sesuatu. Dari melihat kebiasaan makan anak yang tidak suka makan sayur, maka ibu mulai mengobservasi  perilaku anak dan berpikir untuk mengubah pola makan anak tersebut menjadi suka makan sayur dengan cara mengubah pengolahan dan penyajian sayur yang lebih menarik untuk anak. Misalnya apabila si anak tidak menyukai sayur brokoli, maka ibu mencoba untuk menyajikan brokoli dalam bentuk lain, contohnya omelete. 

 
 
Pada tahap ketiga terjadi proses menguji coba. Ibu melakukan beberapa uji coba mengolah dan menyajikan sayur yang berbeda agar mengetahui anak lebih suka makan sayur dengan pengolahan yang bagaimana. Maka ibu memperkenalkan dua macam masakan dengan bahan dasar sayuran yang sama, namun memiliki penyajian yang berbeda. Misalnya mengolah brokoli dengan dua cara yaitu Tumis Brokoli dan Omelete Brokoli. Pada hari pertama, ibu memberikan tumis brokoli pada anak. Sedangkan pada hari kedua, ibu memberikan omelet brokoli. 


Pada tahap terakhir terjadi proses abstraksi dan konseptual. Mulai bertindak mengambil keputusan dari pemahaman intelektual yang dialaminya. Ibu mengamati tingkat minat anak terhadap makanan. Selain itu, ibu juga menanyakan pendapat anak terhadap makanan tersebut. Setelah anak menjelaskan pendapatnya tentang kedua macam makanan tersebut, ternyata anak lebih menyukai jika brokoli diolah dalam penyajian yang lebih menarik. Konsep teori eksperensial yang dilakukan ibu dapat membuat anak mulai menyukai makan sayur. ibu dapat memaparkan brokoli dalam bentuk masakan yang lainnya, seperti crispy brokoli, cream soup brokoli, dll. Setelah pemaparan berbagai bentuk masakan, ibu  dapat menjelaskan bahwa makanan tersebut memiliki bahan dasar yang sama. Maka dari itu, ibu mulai menyajikan anak rasa alami dari sayuran dengan bentuk yang asli, seperti tumis brokoli dan sup brokoli. Dengan seperti itu anak diharapkan dapat menyukai rasa sayuran yang alami tanpa perlu melakukan pengolahan khusus terhadap sayuran tersebut.

You Might Also Like

1 komentar

Fitria Nurrahmawati. Powered by Blogger.